Unspoken Feelings: The Poetry of Emptiness
Selamat datang di blog ini!
Kali ini, saya ingin berbagi sebuah kisah tentang dua karya puisi yang sangat berarti, yang meskipun tidak meraih juara dalam lomba yang diikutinya, tetap memiliki makna dan keindahan yang luar biasa. Kedua puisi ini ditulis oleh saya dan teman saya, yang dengan penuh perasaan mengangkat tema "mati rasa" dalam setiap baitnya.
Tema "mati rasa" memang bisa terdengar gelap dan penuh kesendirian, namun di balik itu terdapat pesan mendalam yang mampu mengungkapkan bagaimana perasaan bisa menjadi kosong dan sulit dijangkau. Karya ini semoga mampu menyentuh sisi emosional pembaca, saya percaya bahwa setiap puisi ini memiliki arti yang sangat berharga. Karena setiap kata yang tercipta memiliki cerita dan makna yang tak ternilai. Selamat menikmati! 😝😝
Sebuah Perjalanan Tanpa Tujuan
Mati rasa...
Dua kata yang menghimpit jiwa
Di setiap detak yang melanda
Tersimpan rindu yang tak terhingga
Hatiku beku
Sebeku malam tanpa bintang
Sunyi merayap di sela ingatan
Dingin mencengkram tanpa kesan
Membisu hening dalam pandangan
Kata-kata beku di ujung lidah
Tak sanggup menyentuhmu lagi
Tangan menggapai bayangmu semu
Namun yang tersisa hanyalah sendu
Tak ada duka
Tak ada bahagia
Hanya kehampaan yang bertahta
Hatiku mati dalam sunyi
Tak lagi peduli, tak ingin kembali
Ini semua bukanlah pilihan
Tetapi sebuah perjalanan tanpa tujuan
Sebuah pelajaran tentang merelakan
dan rasa yang menyakitkan
Berusaha tersenyum
Meski hati ini hancur
Dalam diam aku berdoa
Semoga waktu sembuhkan semua
Biarkan semua rasa terpendam
Hingga waktu menghapuskan
semua kenangan yang tersimpan
Hingga tak ada lagi
yang bisa kuperjuangkan.
Hidup Tanpa Nyawa
Aku berjalan, tapi tak tahu ke mana.
Melangkah, namun tak merasakan tanah.
Aku berlari tanpa arah,
tersenyum tabah,
seolah tahu akhir dari sebuah kisah.
Hidupku layu sebelum berkembang,
bagai bunga ditinggal oleh terang.
Jiwaku mati, tenggelam dalam bayang,
tak seperti dulu, yang bisa bermimpi tanpa rasa bimbang.
Masa mudaku hilang tak bersisa,
tersapu waktu, tak lagi terasa.
Aku tenggelam dalam derita,
menahan luka yang terus ada,
hingga lupa cara menangis lagi di dunia.
Di saat mereka merayakan masa muda dengan cinta,
menghirup udara dengan lega.
Aku merayakannya dengan dera,
dengan hati yang kian hampa,
terperangkap dalam sunyi yang fana.
Di saat mereka sibuk menata mimpi,
aku sibuk memastikan hidup tetap berdiri.
Saat mereka berlari meraih rezeki,
aku berjuang melawan diri supaya tidak iri,
Saat mereka berhias diri,
aku menguatkan hati agar siap lagi.
Tak ada jalan bagiku selain maju,
Meski tak tahu kemana arah yang kutuju.
Yang penting keluargaku tak lagi merasa pilu,
Meskipun jiwaku perlahan layu, terkubur oleh waktu.
Ya Tuhanku,
Jika masa mudaku harus hilang untuk keluargaku,
Bantulah hambamu
Karena hamba yakin, rezekimu tak akan pernah hilang bagi yang bersabar,
Tak akan pernah surut bagi yang tegar,
Dan tak akan pernah usai bagi yang benar.
Dua puisi ini menggambarkan perasaan "mati rasa" yang sering kita alami. Semoga melalui kata-kata ini, kita bisa lebih memahami dan menghargai setiap perasaan yang tersembunyi. Terima kasih telah membaca, dan semoga bisa memberi sedikit makna bagi kalian.
Komentar
Posting Komentar